Sunday, 20 November 2016

LAPORAN SATUAN OPERASI ACARA PLATE HEAT EXCHANGER

I.                   Tujuan
a.       Mahasiswa dapat merancang PHE sederhana menggunakan software PHE works
b.      Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada proses transfer panas menggunakan PHE
c.       Mahasiswa dapat mengetahui aplikasi PHE pada proses pengolahan pangan

II.                Landasan Teori
a.       Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer panas
Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan  radiasi.
Faktor-faktor  yang mempengaruhi laju konduksi kalor :
1.      Beda suhu antara kedua permukaan (∆T) makin besar beda suhu, makin cepat perpindahan kalor.
2.      Jarak antara kedua permukaan /tebal /panjang (l), makin tebal, makin lambat perpindahan kalor.
3.      Luas permukaan (A), makin luas permukaan makin cepat perpindahan kalor.
4.      Konduktivitas termal zat (k), merupakan ukuran kemampuan zat menghantarkan kalor; makin besar nilai k, makin cepat perpindahan kalor.
   
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju konveksi kalor :
q  Luas permukaan benda (A), semakin luas permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida, semakin cepat kalor dipindahkan.
q  Perbedaan suhu (∆T), semakin besar beda suhu benda dengan permukaan fluida, semakin cepat kalor dipindahkan
q  Koefisien konveksi (h), bergantung pada bentuk, kedudukan permukaan dan diperoleh dengan percobaan. Misal h tubuh manusia adalah
     7,1 Js-1m-2K-1

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju kalor radiasi : 
(dinyatakan dalam hukum Stefan-Boltzman)
“Energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan hitam dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan (T4)”
                                                                                                (Sari, 2015)

b.      Pengertian dan kriteria proses pasteurisasi
Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Sehingga kriteria proses ini adalah bakteri patogen yang ada pada bahan pangan. Oleh sebab itu, proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi. (Hidayat, 2007)

c.       Definisi, prinsip kerja, dan penerapan PHE dalam proses pengolahan pangan
Heat exchanger tipe plate (Plate Heat Exchanger) adalah jenis penukar panas yang menggunakan pelat logam untuk mentransfer panas antara dua cairan. Ini memiliki keuntungan besar atas suatu penukar panas konvensional dalam bahwa cairan yang terkena luas permukaan jauh lebih besar karena cairan menyebar di plate. Ini memfasilitasi transfer panas, dan sangat meningkatkan kecepatan perubahan suhu. Plate penukar panas yang sekarang umum dan versi  dibrazing sangat kecil yang digunakan dalam air panas bagian dari jutaan kombinasi boiler.
Konsep di balik penukar panas adalah penggunaan pipa atau pembuluh penahanan lain untuk panas atau dingin satu cairan dengan mentransfer panas antara itu dan cairan lain. Dalam kebanyakan kasus, penukar terdiri dari pipa melingkar berisi satu fluida yang melewati ruang  berisi cairan lain. Dinding pipa biasanya terbuat dari logam, atau zat lain dengan konduktivitas panas yang tinggi, untuk memfasilitasi pertukaran, sedangkan casing luar ruang yang lebih besar adalah terbuat dari plastik atau dilapisi dengan isolasi termal, untuk mencegah panas dari melarikan diri dari exchanger.
Plate Heat Exchanger digunakan untuk pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/ HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 750C. Selain itu, tipe ini juga cocok untuk bahan pangan yang mempunyai viskositas rendah seperti jus jeruk. 
                                                                                                (Muttaqin, 2012)
d.      Pengertian dan perbedaan dari jenis flow Counter-Current dan Co-Current
Pertukaran panas dengan aliran searah (co-current/parallel flow) yaitu apabila arah aliran dari kedua fluida di dalam penukar kalor adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk pada sisi yang satu dan keluar dari sisi yang lain mengalir dengan arah yang sama. Karakter penukar panas jenis ini temperatur fluida yang memberikan energi akan selalu lebih tinggi dibanding yang menerima energi sejak mulai memasuki penukar kalor hingga keluar.
Sedangkan pertukaran panas dengan aliran berlawanan arah (counter current / flow) yaitu bila kedua fluida mengalir dengan arah yang saling berlawanan  dan keluar pada sisi yang berlawanan. Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperatur fluida yang menerima panas (temperatur fluida dingin) saat keluar penukar kalor (T4) lebih tinggi dibanding temperatur fluida yang memberikan kalor (temperatur fluida panas) saat meninggalkan penukar kalor.
                                                                                                (Muttaqin, 2012)
e.       Pengertian dari Pressure Drop dan Fouling Factor dalam mesin PHE
1.      Pressure Drop
Penurunan tekanan (pressure drop) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan tekanan dari satu titik dalam pipa atau tabung ke hilir titik. "Penurunan tekanan" adalah hasil dari gaya gesek pada fluida ketika mengalir melalui tabung yang disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Penentu utama resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan viskositas fluida. Aliran cairan atau gas akan selalu mengalir dalam arah perlawanan paling sedikit (tekanan kurang). (Santoso, 2016)

2.      Fouling Factor
Kinerja penukar kalor bergantung pada permukaan untuk perpindahan kalor itu bersih atau tidak. Jika ada endapan pada permukaan itu, tahanan thermal akan meningkat, sehingga performansnya pun akan berkurang. Tambahan tahanan itu biasanya diperhitungkan sebagai factor pengotoran (fouling factor). Faktor pengotoran ditentukan secara eksperimen dengan menguji penukar kalor itu dalam keadaan bersih dan keadaan kotor didefinisikan sebagai berikut : 
Rd=(1/Ud)-(1/Uc)

Faktor pengotoran ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada heat exchanger. Pengotoran ini dapat terjadi endapan dari fluida yang mengalir, juga disebabkan oleh korosi pada komponen dari heat exchanger akibat pengaruh dari jenis fluida yang dialirinya. Selama heat exchanger ini dioperasikan pengaruh pengotoran pasti akan terjadi. Terjadinya pengotoran tersebut dapat menganggu atau memperngaruhi temperatur fluida mengalir juga dapat menurunkan atau mempengaruhi koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut.
Beberapa faktor yang dipengaruhi akibat pengotoran antara lain :
1) Temperatur fluida
2) Temperatur dinding plate
3) Kecepatan aliran fluida

(R.Pitts dan E.Sissom,1987)

III.             Pembahasan
a.       Skema PHE
Description: Hasil gambar untuk plate heat exchanger
(Eric, 2013)
b.      Tabel
Kondisi
Jumlah plate
Kondisi 1
37
Kondisi 2
71
Kondisi 3
96
Kondisi 4
95

c.       Penjelasan pengaruh kondisi proses terhadap spesifikasi dari PHE (jumlah plate)
Pada kondisi PHE dengan faktor pengotoran yang semakin tinggi, menyebabkan kebutuhan plate dalam penggunaan Plate Heat Exchanger meningkat cukup signifikan. Pada percobaan, pada kondisi kedua dengan fouling factor lima kali lebih besar dari kondisi pertama terjadi peningkatan kebutuhan plate dari 37 menjadi 71 buah. Hal ini dapat terjadi karena faktor pengotoran tersebut dapat menganggu atau mempengaruhi temperatur fluida mengalir juga dapat menurunkan atau mempengaruhi koefisien perpindahan panas menyeluruh dari fluida tersebut. Sehingga untuk jumlah aliran yang sama, dibutuhkan lebih banyak plate untuk penukaran panas tersebut.
Pada kondisi PHE dengan Heat capacity cold side yang semakin tinggi, menyebabkan kebutuhan plate dalam penggunaan Plate Heat Exchanger menurun. Namun penurunan ini tidak begitu signifikan. Pada percobaan, pada kondisi keempat dengan Heat capacity cold side dua kali lebih besar dari kondisi ketiga terjadi peningkatan kebutuhan plate dari 96 menjadi 95 buah.

IV.             Kesimpulan
a.       Melalui percobaan dapat diketahui cara merancang PHE sederhana menggunakan software PHE works.
b.      Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses transfer panas menggunakan PHE  
Pada PHE, transfer panas yang terjadi adalah konduksi dan konveksi. Sehingga dapat diketahui faktor yang berpengaruh pada proses transfer panas menggunakan PHE adalah:
1.      Beda suhu antara kedua permukaan (∆T)
2.      Jarak antara kedua permukaan /tebal /panjang (l)
3.      Luas permukaan (A)
4.      Konduktivitas termal zat (k)
5.      Koefisien konveksi (h).
6.      Pressure drop (Penurunan tekanan).
7.      Fouling factor (Faktor pengotoran).
c.       Aplikasi PHE pada proses pengolahan pangan untuk proses pasteurisasi bahan pangan, misalnya susu.

V.                Daftar Pustaka
R.Pitts and E.Sissom. 1987. Perpindahan Kalor. Erlangga. Jakarta.
Eric. 2013. Gasket-dari 37 menjadi 71 buah.ee-Heat-Exchanger. http://www.jiawei-phe.com/.
Diakses tanggal 13 November  2016 pukul 19.00 WIB.
Hidayat, Nur. 2007. Pasteurisasi.      
http://ptp2007.w0rdpress.com. Diakses tanggal 13 November  2016 pukul 19.00 WIB.
Muttaqin, Z. 2012. Heat Exchanger. http://eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 13 November 
2016 pukul 18.45 WIB.
Santoso, Digdyo. 2016. Pressure Drop. https://www.academia.edu/7753098/. Diakses
tanggal 13 November  2016 pukul 20.00 WIB.
Sari, Nainy. 2015. Perpindahan Kalor. http://nainysari.lecture.ub.ac.id. Diakses tanggal 13
November  2016 pukul 18.30 WIB.

VI.             Lembar Pengesahan
Mengetahui,                                  Yogyakarta, 13 November 2016
Asisten                                                                              Praktikan


                                                                                                                                                                                                Jauzia Sita

VII.          Lampiran
a.       Fotokopi Lembar Kerja Praktikum
b.      Hasil Simulasi


LAPORAN PRAKTIKUM SATUAN OPERASI ACARA EVAPORASI

       I.            Tujuan
1.      Mengetahui cara simulasi proses evaporasi gula menggunakan software COFE64
2.      Mengetahui hasil proses evaporasi pada berbagai kondisi proses
3.      Memperkirakan pengaruh perbedaan kondisi feed terhadap hasil proses evaporasi.

    II.            Landasan Teori
a.       Penjelasan dan prinsip proses evaporasi dan perbedaannya dengan distilasi
Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air aw (Praptiningsih 1999).
Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk:
§   Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih lanjut. Sebagai contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira tebu sebelum proses kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya
§  Memperkecil volume larutan sehingga dapat menghemat biaya pengepakan, penyimpanan dan transportasi
§  Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi solid terlarut sehingga bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan susu kental manis
(Wirakartakusumah, 1989)
Cara kerjanya ialah dengan menambahkan kalor atau panas yang bertujuan untuk memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat pelarut yang memiliki titik didih yang rendah dengan pelarut yang memiliki titik didih yang tinggi sehingga pelarut yang memiliki titik didih yang rendah akan menguap dan hanya menyisahkan larutan yang lebih pekat dan memiliki konsentrasi yang tinggi. Proses evaporasi memiliki ketentuan, yaitu:
1.                  Pemekatan larutan didasarkan pada perbedaan titik didih antar zat-zatnya.
2.                  titik didih cairan dipengaruhi oleh tekanan.
3.                  dijalankan pada suhu yang lebih rendah dari titik didih normal.
4.                  titik didih cairan yang mengandung zat yang tidak menguap akn tergantung tekanan dan kadar zat tersebut.
5.                  Beda titik didih larutan dengan titik didih cairan murni disebut kenaikan titik didih (boiling range).
(Admin, 2015)
Evaporasi berbeda dari distilasi, karena uapnya biasa dalam komponen tunggal, dan walaupun uap itu dalam bentuk campuran, dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Selain itu, evaporasi biasanya digunakan untuk menghilangkan pelarut-pelarut volatil, seperti air, dari pengotor nonvolatil. Contoh pengotor nonvolatil seperti lumpur dan limbah radioaktif. Sedangkan distilasi digunakan untuk pemisahan bahan-bahan nonvolatil. Dalam evaporasi, uapnya biasanya komponen tunggal, dan walaupun uap itu merupakan campuran, dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Biasanya dalam evaporasi, zat cair pekat itulah yang merupakan produk yang berharga dan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang. (Admin, 2015)                              
b.      Jenis-jenis bahan (bahan makanan) yang dapat dievaporasi
Jenis-jenis bahan (bahan makanan) yang dapat dievaporasi biasanya bahan makanan yang memiliki kandungan air yang tinggi. Misalnya nira tebu sebagai bahan baku gula pasir, susu sebagai bahan baku susu kental manis, buah yang diolah menjadi selai, air laut sebagai bahan baku pembuatan garam, tomat dalam industri pembuatan pasta tomat, dan sebagainya. (Kumara, 2011)
c.       Proses pengolahan gula dengan diagram alir kualitatif

                                                                                                (Anonim, 2013)
Diagram alir proses pembuatan gula:







                                                                                                            (Tony, 2013)

 III.            Hasil dan Pembahasan
a.       Proses evaporasi gula, tujuan; jalan masuk bahan, apa yang dialami bahan, bagaimana hasil yang diharapkan
Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air, air ini harus dipisahkan dengan menggunakan alat penguap. Penguapan adalah suatu proses menghilangkan zat pelarut dari dalam larutan dengan menggunakan panas. Zat pelarut dalam proses penguapan nira adalah air. Bila nira dipanaskan terjadi penguapan molekul air. Akibat penguapan, nia akan menjadi kental. Sumber panas yang digunakan adalah uap panas. Pada pemakaian uap panas terjadilah peristiwa pengembunan. Sistem penguapan yang dipakai perusahaan gula adalah penguapan efek banyak. (Soejardi, 1975)
Tujuan dari penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada nira encer (12,50brik) agar diperoleh nira yang lebih kental, dengan kekentalan 60 – 650 brik. Penguapan ini dilakukan pada temperatur 65 – 110 0C. Setiap evaporator dilengkapi dengan separator atau penyangga (sap vanger) yang berguna untuk menangkap percikan nira yang terbawa oleh uap. Proses penguapan (evaporasi) dilakukan dalam kondisi vakum. Tujuan penguapan dalam keadaan vakum adalah menghindari kerusakan sukrosa akibat suhu yang tinggi, menghemat penggunaan uap bahan bakar karena memasukkan satu satuan uap dapat menguapkan air sebanyak 5 kali, menurunkan titik didih nira sehingga tidak terbentuk karamel hal ini dilakukan agar sukrosa yang terkandung dalam nira tidak rusak. Proses evaporasi dilakukan beberapa kali dengan menggunakan perbedaan suhu dan tekanan. Pada evaporasi tahap awal menggunakan suhu tinggi dengan tekanan rendah. Memasuki tahap evaporasi selanjutnya, suhu bertahap diturunkan dan tekanan bertahap dinaikkan. (Santoso, 2012)
Pembuatan gula dari tebu adalah proses pemisahan sakharosa yang terdapat dalam batang tebu dari zat-zat lain seperti air, zat organic, sabut. Pemisahan dilakukan secara bertingkat dengan jalan tebu digiling dalam beberapa mesin penggiling sehingga diperoleh cairan yang disebut nira. Nira yang diperoleh dari mesin penggiling dibersihkan dari zat-zat bukan gula dengan pemanasan dan penambahan zat kimia. Sedangkan ampas digunakan bahan ketel uap. Kemudian dilakukan pemurnian nira menggunakan zat kimia lalu dilakukan proses penguapan. Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air, air ini harus dipisahkan dengan menggunakan alat penguap. Penguapan adalah suatu proses menghilangkan zat pelarut dari dalam larutan dengan menggunakan panas. Zat pelarut dalam proses penguapan nira adalah air. Selanjutnya dilakukan pengkristalan. Proses pengkristalan adalah salah satu langkah dalam rangkaian proses di pabrik gula dimana akan dikerjakan pengkristalan gula dari larutan yang mengandung gula. Kemudian dilakukan pengeringan. Pengeringan ini menggunakan udara yang dihembuskan dari bawah, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air dalam gula. Setelah pengeringan gula dimasukkan dalam karung dan disimpan digudang. (Hugot, 1960)
Hasil yang diharapkan dari proses evaporasi ini adalah kadar air yang terdapat pada nira encer (12,50brik) menjadi nira yang lebih kental, dengan kekentalan 60 – 650 brik. (Santoso, 2012)
b.      Kondisi proses evaporasi gula yang disimulasikan (suhu dan tekanan tiap satuan operasi à berupa skema)
Keterangan:
1.      Heater
Suhu                      = 373 K
      Tekanan                 = 0
      Fraksi mol glukosa= 0.1
      Fraksi mol air        = 0.9
2.      Evaporator 1
Suhu                      = 363 K
Tekanan                 = 60000 Pa
Fraksi mol glukosa= 0,2959973
Fraksi mol air        = 0.7040026

3.      Evaporator 2
Suhu                      = 363 K
Tekanan                 = 20000 Pa
Fraksi mol glukosa= 0,7297833
Fraksi mol air        = 0.2702167
4.      Evaporator 3
Suhu                      = 350 K
Tekanan                 =  15000 Pa
Fraksi mol glukosa= 0,8822419

Fraksi mol air        = 0.1177581

5.      Evaporator 4
Suhu                      = 345 K
Tekanan                 =  10000 Pa
Fraksi mol glukosa= 0,8879713
Fraksi mol air        = 0.1120287


c.       Tabel hasil simulasi
Evaporasi 4 Tangki

Fraksi air
Fraksi glukosa
Suhu (K)
Pressure drop (Pascal)
Heat duty (J/s)
Heater
0.9
0.1
373
0
15485652.8963
Tangki 1
0.7040026
0,2959973
363
60000
68769844.9467
Tangki 2
0.2702167
0,7297833
353
20000
7473317.84748
Tangki 3
0.1177581
0,8822419
350
15000
2456216.71612
Tangki 4
0.1120287
0,8879713
345
10000
1959846.16084

d.      Kondisi stream
Evaporasi 4 Tangki

Tekanan (Pa)
Suhu (K)
Flow rate (kg/h)
Mol fraksi gula
Mol fraksi air
Ket
Stream 1
100000
298
300000
0.1
0.9
Liquid (feed)
Stream 2
100000
373
300000
0.1
0.9
Liquid
Stream 3
40000
363
111156
1.68446e-19
1
Vapor
Stream 4
40000
363
188844
0.337841
0.662159
Liquid (at phase boundary)
Stream 5
20000
353
12628.7
3.7072e-20
1
Vapor
Stream 6
20000
353
176215
0,46293
0.537067
Liquid (at phase boundary)
Steam 7
15000
350
4016.36
2.548e-20
1
Vapor
Steam 8
15000
350
172199
0.524742
0.475276

Liquid (at phase boundary)
Steam 9
10000
345
3371
1.07218e-20
1
Vapor
Steam 10
10000
345
168828
0.590924
0.409076
Liquid (at phase boundary)

e.       Pembahasan hasil praktikum
Proses  evaporasi pada pembuatan gula memiliki tujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam nira encer agar diperoleh nira yang lebih kental. Hal ini dapat dilihat dari hasil praktikum yang mana fraksi mol gula terus meningkat dalam evaporator dan fraksi air yang menurun setelah diuapkan.
Sebelum proses evaporasi, nira tebu yang masih encer dipanaskan terlebih dahulu agar suhunya naik mendekati suhu evaporator.  Setelah itu nira masuk dalam evaporator akan dipanaskan dengan uap dan bersirkulasi. Air dalam nira akan terbawa oleh uap ke atas dan keluar evaporator sedangkan nira yang telah mencapai kepekatan tertentu akan dialirkan ke evaporator selanjutnya. Tutup valve akan otomatis terbuka dan nira mengalir ke badan berikutnya. Demikian seterusnya hingga sampai pada badan terakhir kepekatan nira yang diinginkan.
Pada percobaan ini dipilih optimasi proses dengan menggunakan evaporator empat tingkat. Pada evaporasi bertingkat, digunakan perbedaan suhu evaporator yang mana suhu dari evaporator satu lebih tinggi dibandingkan evaporator dua dan pressure dropnya juga lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada evaporator I nira yang masuk masih memiliki kandungan air yang banyak sehingga jumlah air yang harus diuapkan juga banyak. Sedangkan pada evaporator selanjutnya, jumlah air sudah berkurang dan suhu turun, namun tekanannya rendah sehingga sisa air masih dapat diuapkan dan tidak merusak bahan. Alasan lain yaitu jika hanya digunakan satu buah evaporator untuk menguapkan air dari nira maka diperlukan suhu yang sangat tinggi dan pressure drop yang sangat rendah. Hal ini tidak mungkin dilakukan karena selain mahal, resiko kerusakan bahan akibat suhu terlalu tinggi sangatlah besar.
Perbedaan single evaporator dan multiple effect evaporator dilihat dari penggunaan energinya adalah, pada multiple effect energinya akan semakin turun. Hal ini karena semakin sedikit air yang tersisa pada bahan kebutuhan energi juga turun. Energi yang turun ini karena energi yang berupa panas sensibel diserap bahan di satu evaporator kemudian dialirkan ke evaporator selanjutnya. Uap yang digunakan pada multiple effect merupakan uap yang berasal dari evaporator sebelumnya sehingga suhu akan terus turun karena uap melepas panas (energi panas diserap bahan). Uap yang melepaskan panas pada evaporator selanjutnya akan terkondensasi sehingga akan menurunkan tekanan dan nira dari evaporator satu dapat mengalir ke evaporator selanjutnya.
Pengaruh perbedaan suhu dan tekanan yaitu semakin tinggi suhu dan tekanan yang digunakan maka akan semakin tinggi pula jumlah air yang diuapkan. Proses evaporasi dilakukan beberapa kali dengan menggunakan perbedaan suhu dan tekanan. Selama proses berlangsung temperatur dari masing – masing evaporator berbeda –beda. Untuk menghemat panas yang diperlukan maka media panas untuk evaporator  I digunakan uap bekas yang berasal dari pressure vessel, sedangkan media pemanas evaporator yang lain memanfaatkan kembali uap yang terbentuk dari evaporator sebelumnya, hal ini disebut vapour temperature pada evaporator I sebesar 1100C dan berangsur – angsur turun sampai temperatur 50 – 550C pada evaporator IV. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menurunkan tekanan yang berbeda - beda dari evaporator I sampai dengan evaporator IV.
Uap yang mengalir dari evaporator I ke evaporator II disebabkan pada evaporator I setelah masuk kedalam bagian shell pada evaporator II akan melepaskan panas sehingga mengembun. Terkondensasinya uap menyebabkan terjadinya penurunan tekanan dalam shell sehingga uap air nira evaporator I dapat mengalir ke evaporator II dan seterusnya. Uap nira evaporator IV masuk kedalam kondesor untuk diembunkan (dikondensasikan) dan dijatuhkan bersama air injeksi, sedangkan uap – uap yang tidak terkondesasikan dibiarkan keluar ke udara. Peristiwa mengalirnya nira dari evaporator I ke evaporator II dan seterusnya disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan vakum pada masing – masing evaporator. Nira encer yang masuk pada setiap evaporator akan bersikulasi sampai mencapai titik tertentu dan secara otomatis valve akan terbuka sehingga nira mengalir menuju evaporator selanjutnya, begitu seterusnya hingga evaporator IV.
Perbedaan tekanan pada masing – masing evaporator akan mengakibatkan nira mengalir secara otomatis dari badan I ke badan berikutnya. Nira yang masuk pada tiap – tiap badan evaporator akan bersirkulasi hingga mencapai kepekatan tertentu. Kemudian secara otomatis kutup (valve) akan terbuka dan nira mengalir ke badan berikutnya. Demikian seterusnya sampai pada badan evaporator terakhir dengan kepekatan 65%.

 IV.            Kesimpulan
1.      Praktikan dapat melakukan simulasi proses evaporasi menggunakan software Cofe64.
2.      Hasil proses evaporasi pada tiap evaporator dengan tekanan dan suhu yang berbeda yaitu:


Fraksi mol glukosa
Suhu (K)
Pressure (Pascal)
Tangki 1
0,2959973
363
40000
Tangki 2
0,7297833
353
20000
Tangki 3
0,8822419
350
15000
Tangki 4
0,8879713
345
10000


3.      pengaruh perbedaan kondisi feed terhadap hasil proses evaporasi adalah semakin tinggi suhu dan pressure drop yang digunakan maka semakin banyak pula jumlah air yang diuapkan.

    V.            Daftar Pustaka

Hugot, E. 1960. Hand Book of Cane Sugar Engineering. Amsterdam:
Elsevier Publising Company.
Kumara, Danang. 2011. Evaporasi. Jember: FTP UNEJ.
Praptiningsih, Yulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember:
FTP UNEJ.
Santoso. 2012.  Proses Pembuatan Gula Dari Tebu Pada Pg X. Depok:
Fakultas Teknik Industri Universitas Gunadarma.
Soerjadi. 1975. Peranan Komponen Batang Tebu dalam Pabrikasi Gula.
Yogyakarta: LPP.
Wirakartakusumah. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Bogor: PAU Pangan
dan Gizi IPB.

Admin. 2015. Evaporasi. http://www.prosesindustri.com/. Diakses pada
tanggal 14 November 2016 pukul 18.00 WIB.
Anonim. 2013. Proses Produksi Gula Super High Sugardi Pg. Madukismo
Bantul. http://repository.unika.ac.id. Diakses pada tanggal 14 November 2016 pukul 17.50 WIB.
Tony. 2013. Flow Sheet PT. PG. Candi Baru - Sidoarjo 2013.
http://pgcandibaru.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal 14 November 2016 pukul 18.10 WIB.




 VI.            Lembar Pengesahan

Mengetahui,                                          Yogyakarta, 13 November 2016
Asisten                                                                                    Praktikan


Uyun Nurul A’ini                                                                    Jauzia Sita

VII.            Lampiran
a.       Print screenshot Flowsheet pekerjaan